Monolog: Kisah Putih Ombak Pilu Bukan Halangan Yang Tak Dianggap Tawamu Yang Terakhir

Minggu, 24 Juni 2012

Pujian Rindu

Aku pernah menelaah emosiku kala berselisih sendu. Tentang selaksa pujian yang berkubang dalam satu wadah merdu. Tentu saja ia indah, frasa renyah itu hanya tertuju pada satu individu. Saat indra pendengar menangkapnya, barangkali, kau akan menepuk dadamu seraya mengangkat dagu. Lalu, kau pun tersedak dalam senyummu yang menyeruak.

“Kau hebat sekali ... luar biasa ... fantastis ... mengagumkan!” –begitulah mereka. Menarik, bukan?

Sebongkah kalimat bertanda seru, makna dan maksud siapa yang tahu. Ya, aku ingin menyebutnya sedemikian. Ungkapan yang berasaskan emosi sesaat ini dapat menggetarkan hatimu. 

Sungguh ajaib!

Satu hal yang selalu hadir dalam benakku, apakah pujian itu terlalu indah? Maksudku, ia seperti jarum yang menusuk nadi, perlahan namun pasti, menimbulkan sensasi saat jarum berkumpul bak lilitan lidi. Apakah ia benar-benar seperti itu, atau interpretasiku keliru?

Kamis, 17 Mei 2012

Belajar SAM, yuk!

Beberapa waktu kebelakang, lumayan banyak yang nanyain gue gimana sih cara menggunakan software SAM Broadcaster. Sebenarnya gue sendiri sih gak biasa buat tutorial, lihat aja berapa tutorial yang ada di blog ini, kebanyakan isinya karya tulis gue, kan? Hehehe... Oke deh, tapi gue akan coba jelaskan di postingan ini semampu gue. Saling berbagi kan dapat pahala yak. (PS: Postingan ini "agak" panjang loh dan untuk yang ingin belajar aja. Muhehe) ^_^

Contoh yang nanyain ttg SAM Broadcaster ke gue.

Nah, buat yang belum tahu, ini adalah software yang digunakan untuk broadcast radio online secara langsung. Dengan software ini kalian bakalan lebih nyaman untuk broadcasting, sebab salah satu kelebihannya, kalian bisa ngomong sambil diiringi backsound dan lagu yang diputar gak akan ada jeda transisi antar lagu, keren kan?

Minggu, 13 Mei 2012

Hungaria: Ini Negara, Bukan Lapar!

Yahu! Lama tak bersua, dan rupa semakin menua. Apa kabar semuanya? Anyway, gue sudah teramat lama gak posting tulisan di blog yah. Satu alasan yang pasti adalah, karena gue baru aja pulang dari negara Hungaria pada jumat lalu. Capek? Itu pasti. Tapi, sebagaimana capeknya pun gue gak akan rela meninggalkan blog tersayang ini, dan pastinya kalian yang dengan setia membaca setiap untaian aksara gue.

Dan, untuk menebus "dosa" tersebut, gue punya oleh-oleh loh untuk kalian semua. Berupa foto  keindahan alam di Hungaria. Penasaran kan seperti apa?

Nah, tapi sebelumnya secuap-cuap muach boleh dong yah. #halah Hehehe... Jadi, disana, gue bersama rombongan sekolah melakukan tur selama seminggu, mengunjungi kota Budapest, Balaton, Tihany, dll. Berhubung disana itu luar biasa banget, timbul lah ide untuk membuat sebuah karya. Sesuatu yang menarik, dan pastinya berguna. Jadi, kala itu tercetus ide untuk membuat "bkArt" (baca: Basith Kuncoro Adji's Art), ini adalah sebuah nama dimana gue akan mempersembahkan karya gue kepada kalian, mencakup foto, lukisan, gambar, dkk. It's just like a brand. Muehuaheu~

bkArt logo.

Rabu, 11 April 2012

Monolog: Kisah Putih

Secarik suci yang tak ternoda; itulah aku sang kertas putih. Tubuhku yang simetris dengan segala macam rupa tak menjadikan aku bangga. Walau disatu sisi mereka bilang diriku berguna. Aku menyediakan hadiah untuk mereka, berupa informasi yang tak ternilai harganya. Itu hanya kata pembaca. Setiap hari teman-temanku juga berkelana entah kemana. Seringan kumpulan kapas, begitu mudah melayang hanya dengan satu tiupan saja.

Kesana dan kemari. Aku dapat terbang ke sekolah, merelakan tubuh agar menjadi tempat bertenggernya frasa, menuangkan kembali sejarah, serta keindahan khasanah lainnya. Secara tidak langsung, aku pun berkomunikasi dengan sang pembaca, bahkan aku bisa menilik hingga ke dasar hatinya. Menangis? Tertawa? Perasaan itu begitu mudah untuk kupermainkan.

Minggu, 08 April 2012

Yang Tak Dianggap

Flower after rain.
Selaksa ribuan makna dalam bingkaian frasa indah. Tentang sepucuk bunga dan melodi hujan yang mengiringinya. Tidakkah kau tahu akan hal itu? Tentang sebuah pengorbanan yang tak kau kenal, dan mungkin tak akan pernah. Disinilah aku menjelma menjadi tetes hujan yang tegar. Aku yang menghujam tanah, riuh terpecah, dan menyerap di antara lembaran mahkota milikmu, bunga. Kau yang membutuhkanku untuk terus mempertahankan citra mekarmu. Namun, pernahkah kau sadar bahwa aku ada di balik rintik hujan itu? Ya, aku hanya setetes air diantara banyaknya yang tak pernah kau perhatikan.

Minggu, 01 April 2012

Kenangan Ajaib?

Memories.
Sebuah cerpen "kompilasi bersambung" bersama Andaka R. Pramadya. Silakan baca:

Part 1: Mentari Saksi Misteri!
Part 2: Setengah Malaikat

Aku menyulam rasa dibalik tunduk pasrahku. Membayang lekukan sabit yang menggantung indah di cakrawala. Tepat, itulah senyuman yang kini telah tiada. Aku tak lagi dapat menjumpainya. Tatap kepedihan ini terlukis jelas di iris mataku. Segala frasa mengalir lirih mengharap nostalgia bersama jutaan tawa. Nihil. Rasanya ingin sekali ku menghentikan waktu, atau mungkin memutarnya kembali hanya untuk menyentuh bibir manismu.

Terkadang desiran angin mengantar tidurku, sepoinya mengukir namamu, dan sejuknya menyadarkanku -- tentang dirimu. Aku tahu semua terlambat. Namun, apakah aku salah jika mengenangmu? Sekali saja. Cukup sekali setiap aku memulai hampanya dunia. Entahlah. Walau kau tak pernah membalas pertanyaan ini, aku tetap bersikeras bahwa kau selalu ada di relung hatiku.

Kamis, 22 Maret 2012

Merenung Seksi?

Sang rembulan pasrah menatap mentari, mengapa begitu banyak sinar yang harus direfleksi? Nah! Satu kalimat yang bisa menghasilkan banyak interpretasi. Kalau diibaratkan sih, gue adalah sang rembulan. Hanya bisa pasrah mengerjakan sesuatu yang memang tugasnya. Lalu, siapa sang mentari? Ialah beban. Well, itulah sebabnya bulan ini gue gak bisa posting banyak di blog.  Hehehe. Sedikit intermezzo nih, bulan ini gue banyak sekali ulangan, dan sebagai pelajar gue harus belajar, dong? So, this is life! ^_^

Anyway, hari ini gue gak nulis sastra, tapi mau posting gambar! Yihaaaa~ Seperti judulnya, artwork ini gue kasih nama:

"Merenung Seksi"

Eits, pasti imajinasi kalian udah melanglang buana setelah tahu namanya. Gambar ini bukan cowok yang lagi nari pegang pom-pom terus duduk di jamban buat merenung kok. Kalian salah! Hahaha. Jangan juga mikir banci yang pake kerudung lagi kipas-kipas alay. 

Well, ini seorang cewek sekseh nan bahenol yang gue gambar dengan segenap tumpahan hati. Hihihi. Sebenernya ini adalah tugas di mata pelajaran seni, tapi gambar ini juga buat ilustrator kece Mega Shofani. Kita berdua janjian tukaran artwork. Oh ya, ini gambar yang dibuatin Mega a.k.a Yeyen buat gue.

Artwork from Mega Shofani.

Bagus banget, yah? Kira-kira gambar gue layak gak yaaaa~ Lihat aja~

Minggu, 11 Maret 2012

Mentari Saksi Misteri

Aku menyeduh mentari tanpa kehangatan bidadari. Disini, aku laksana cinta tanpa kasih. Ragaku menyendiri dalam kegelapan pagi dan menerawang masa kala dua hati bersama menjemput cahaya surya. Ia , sang pewarna hari, kini tak lagi hadir dalam dekapanku. Hampa. Aku terbelenggu akan ungkapan bahwa cinta berawal pada segumpal tawa dan diakhiri dengan tangisan belaka. Tepat, segalanya terjadi padaku. Jiwaku seakan meronta-ronta dalam diam, tetes senduku terus mengalir perlahan menghujam tanah.

Kebencian terhadap dunia tercermin oleh tatap tajamku yang masih basah. Rasanya aku ingin sekali mencabut ribuan nisan, lalu mecampakkannya ke samudra. Namun percuma saja, walaupun aku melakukannya, dunia ini tetap saja tak seimbang. Semua rasaku telah musnah, begitupula dia. Bayang yang tersisa hanya menjadi pelengkap secangkir hangat kopiku saat ini.

Tak ada alasan yang membutuhkan pembenaran, semua ini adalah takdir. Tak ada apa, tak pula mengapa. Seumpama bermain dengan pisau runcing, kelak ia akan menyayat lirih tubuhmu, dan itu sangatlah perih – seperti yang kurasa kini. Andai saja aku dapat memilah-milah waktu untuk kujelajahi. Jikalau aku bisa menjalani segalanya dengan keistimewaan di hati. Mungkin saja aku dapat bahagia. Lagi – seperti masa lalu.

Rabu, 07 Maret 2012

Impresi Megah: Kagum Yang Tak Terhingga!

Impression. (Picture here)
Aku termangu akan visualisasi rasa, segala yang kupandang adalah megah. Kagum. Aku tak mampu lagi mengukir frasa. Kelopak mata ini sungguh tak berhasrat berkedip walau sekali. Warna yang kontras, jingga yang mengelabui hijau, seakan menyihirku berada diantara keindahan senja. Bagiku, ini sudah terlampau sempurna.

Lenganku terbuka lebar, seperti menyambut pelukan hangat, "Lembah menangkap siluet gunung, kebun teh menghadirkan hembusan sejuk dunia," ungkapku sambil menarik nafas.

"Memang indah, namun pada akhirnya semua akan berubah," sahut seseorang dibelakangku.

Sabtu, 03 Maret 2012

Pohon Gundul Raksasa

Angin mengalun lembut dalam hiasan jingga. Indah. Pohon-pohon yang kokoh bak berlomba menelanjangi tubuhnya, dedaunan yang layu pun menari selaras 'tuk hinggap di lantai dunia. Hatiku yang sedari tadi sayu seakan ikut tenggelam dalam gemerlap senja. “Inikah gugur?” tanyaku dalam hati. Jeritan ini riuh menyelinap dalam sunyi – terpesona. Sungguh.

Mereka bilang aku bersandiwara, atau mungkin ini fantasi belaka. Biarlah. Aku cukup menjadi saksi sebuah cita; menapaki bumi Eropa. Aku juga berpikir ini adalah keberuntungan yang nyata. Ya, semua mungkin saja terjadi.

Langkahku menyeret lambat ditepian kota. Aku memandangi jalanan yang tak berpenghuni, lengang. Masih sendiri. Udara disekitar seakan membekukan aliran darahku, tujuh derajat celsius bukanlah hal yang wajar mengingat aku yang berasal dari daerah tropis. Bibirku meniup lembut kedua telapak tangan, ya terasa sedikit lebih hangat. Selang beberapa waktu, jejak kakiku terhenti, mataku menangkap refleksi cahaya; sebuah destinasi indah.


Jumat, 24 Februari 2012

Berani Mengkhianati Tuhan?

Menatap dingin bara api di neraka; sebuah sikap dalam amarah. Rasa yang membuncah seakan memukul riuh hening malam. Aku diam, hanya merasa diantara kelam tanpa harapan. Mungkin saja ini sebuah ratapan yang tak kunjung usai, atau bahkan kejutan dari pencipta. Entahlah. Ungkapan ini yang membuat diriku menetap diam, lalu menyelam dalam. Berbagai stigma terus kutelaah, namun hanya nihil yang kujumpa. Buntu.

"Pantaskah aku hidup?" teriakku tanpa sasaran.

Badanku lunglai, menyeret langkah diantara coklatnya tanah tanpa cahaya, "Lalu, untuk apa hidupku ini?" lanjutku.

Aku memiliki tujuan hidup. Benar, setitik asa dalam jutaan yang membelenggunya. Walaupun aku merasakan hampa, menyendiri yang tak mendua, itulah harapku. Tuhan? Ialah zat yang menjadikan langkahku tegar diantara kepingan hina. "Ia ada. Namun, dimana?" monolog abstrakku masih berlanjut, "Mereka bilang disini, namun aku masih meratap sepi. Adakah aku kurang sesuatu? Aku telah menyembahMu tak mengenal waktu, tasbihku melantun diantara isak tangis ini. Masihkah itu kurang?" tanyaku.

Minggu, 19 Februari 2012

Pasangan Hidung Mekar

Laugh.
Aku laksana memandang mawar, namun ia hanyalah melati berhidung mekar. Indah, mataku terperanjat dengan sosok hidung yang merefleksikan cahaya. Bagaikan rembulan mungil yang menjelma dalam sosok bidadari. Sungguh menggelikan kala aku menatapnya, menghadirkan tawa yang menggelitik ketiak basahku. Terdengar berlebihan memang, namun ini sejati.

Aku tertawa ringan, "Bulu hidungnya seakan bersembunyi dibalik goa raksasa," candaku dalam hati.

"Hey, kenapa kau tertawa?" ia merespon sembari menepuk bahuku.

"Oh, uhm, tidak," balasku dengan senyum.

Aku tidak berdusta. Aku hanya menyembunyikan rasa yang membuncah dalam sanubari. Kami menapak dipelataran hijau untuk menghirup sepoi segar. Disini, kami saling bersenggama tangan. Menggoyangkannya beriringan langkah kami yang perlahan. Sungguh senja yang tak menunjukkan kegelisahannya.

Kami mendapati sebuah bangku yang tak berpenghuni, dibawah pohon rindang, "Kau tak lelah?" tanyaku menatap matanya. Aku menahan tawa, tatap mataku tak bisa fokus menembus irisnya. Hidung? Ya, sosok yang mengalihkan duniaku.

"Sangat. Aku sangat lelah." ungkapnya.

"Benarkah?"

"Aku lelah menahan gejolak perut ini. Melilit." jawabnya polos.

Jumat, 17 Februari 2012

Sunset Girl

Entah kesambet artis hollywood mana jemari jahil gue mulai beraksi hari ini, bukan untuk melakukan yang begituan melainkan yang beginian. Hohoho. *ditabok masa* Oke! Nggak seperti belakangan ini yang isinya sastra, kali ini bener-bener beda, gue gambar sesuatu. Hehehe. Emangnya Basith bisa gambar? Coba aja lihat. Bagus apa nggaknya, kasih komentar aja yah.

Sebenarnya gue juga gak tahu apa yang gue gambar, awalnya gue coret-coret gak jelas, tapi malah lebih kelihatan seperti arsiran rambut. Semakin gue coret, semakin ada sesuatu yang aneh. Cewek? Yap! Bener banget, mirip banget rambut cewek. Akhirnya dengan segenap kekuatan yang tersisa gue hajar cewek itu diatas ranjang. #eh Jangan negatif dulu dong. Maksudnya gue gambar diatas tempat tidur. Muahuahua -__-


Nah! gambar yang ada dikertas gue jepret, lalu buat artline dan mewarnainya di Paint Tool SAI. Untuk shading gue sepertinya belum profesional. Toh, ini coba-coba tak berhadiah. Dan, ternyata hasilnya... #isisendiri. Hahaha.  Penasaran? Klik "Baca selanjutnya".

Kamis, 16 Februari 2012

Monolog: Rahasia Pangeran Kodok

Ia meratapi setiap aksara dalam heningnya masa, memendam asa kala senja melepas pesonanya. Jamah jemari yang lembut bagaikan gelombang lautan lupa akan tepiannya. Sejukpun menjelma dalam bujur kaku. Sementara, biarlah ini mengalir tanpa tanda saat hati dirasa beku. Ia meredam dalam bibir yang menyembunyikan pandangan tabu. Rahasia.

Semua terlambat. Kini aku menatap bintang, bersamamu dan aku t'lah tahu. Rasa yang membuncah tak dapat menipuku. Abstrak, tetap saja aku masih ragu. Setiap lantunan kata yang kuucap terkesan lugu. Andai aku bersandiwara tak mencintaimu, apakah itu pilu?

Jika kau masih mencandu, kuharap bukanlah sendu. Aku hanya bungkam, tetap mengharap walau tak bercakap. Entahlah, aku berdebar hebat dalam diam seraya menahan hasrat malam. Mungkin kau menginterpretasikannya tak sama, namun inilah aku dengan untaian penuh makna.

Pangeran kodok,
seperti dongeng yang nyata :p


(Rahasia Pangeran Kodok karya Basith K. Adji)
Dilarang menyebarluaskan Flash Fiction ini tanpa izin penulis.

Selasa, 14 Februari 2012

Bintang Menjadi Bulan?

Aku memilikinya. Ia hadir kala mentari menjemput senja, beriring rembulan yang merefleksikan beningnya warna. Terpesona, mungkin saja aku terbelenggu akan waktu atau hanya sesaat melupakan pilu. Aku menatapnya. Cahaya kebiruan yang berpadu merah kala menembus irisku, indah. Frasa lembut yang terlontar spontan atas ketulusan. Tepat. Aku membohongi dusta.

Aku terbaring beralaskan ilalang, jemariku mencoba meraih cakrawala, "Bintang, mereka seperti namamu," ujarku tersenyum.

"Aku melihatnya," balasnya datar.

Simfoni jangkrik memecah kesunyian malam, mereka menghadirkan nuansa teduh sejenak setelah Bintang menggerakkan pita suaranya. Sejuk, inilah yang kurasa. Udara jua seakan terengah-engah ketika menelusuri jasadku. Kehangatan kejora hanyalah hampa, tiada rasa dalam balutan asa, hanya kau yang berbeda. Begitulah.

Ia ikut mengangkat jemarinya, mengarahkannya ke tenggara, "Coba lihat disana! Rembulan sedang sendiri," lanjutnya.

Minggu, 12 Februari 2012

Lebah Yang Tak Me"madu" Cinta

Lebah dan "madu"
Jeritan yang diiringi tangis suci. Aku hanya menyaksikan tawa diantara mereka. Sebuah rasa yang membuat lidah tak berdaya, namun indah pada hakikatnya. Kehangatan, sebuah frasa tanpa penjelasan. Aku bungkam seketika dalam dekapan. Mereka yang lembut membelai dalam ketulusan adalah kebahagiaan setelah dinamika sembilan bulan. Ya, kelima indraku merasakan perbedaan dimensi -- aku lahir.

Entahlah. Itu hanya sekelumit awal kehidupan. Dua insan yang mengikat ikrar abadi untuk sebuah ekspektasi. Seakan lima samudra masih tak cukup luas merefleksikan cinta. Aku sadar. Aku tak bisa mengulang masa, tak pula melangkahinya. Hingga kini aku belum membalas cinta mereka seutuhnya. Tak bisa, mungkin tak akan pernah.

Aku berlutut dihadapan mereka, "Ayah... Ibu..." ujarku.

"Hari ini. Aku akan menjadi lebah yang melayani ratu dengan bijaksana, memberikannya madu penuh cinta.  Seperti kalian yang saling berbagi tawa. Dari sini, restu kalianlah yang menyertaiku, doa kalian yang menopang bahuku. Aku berjanji tak akan me"madu"kan cinta. Karena aku lebah yang tulus mencinta."

*****
Bukankah cinta yang direstui lebih indah 
dibandingkan cinta terlarang? ^_^

(Lebah Yang Tak Memadu Cinta karya Basith K. Adji)
Dilarang menyebarluaskan Flash Fiction ini tanpa izin penulis.

Sabtu, 11 Februari 2012

Ketika Jomblo Berfantasi

Fantasi!
Aku tersentuh pada titik terdalam berhiaskan tetes sendu. Batinku tidaklah sayu. Aku hanya tersenyum sejenak dalam bayang semu. Ia yang melantunkan irama dalam frase lembut. Memiliki anatomi yang sempurna bagiku. Anggun. Ekspektasiku sungguh besar dalam diam. Aku tak bisa menyiasati hati, mungkin ini sebuah resonansi. Dari engkau yang mengalunkan nada rindu, memapak dalam harmoni syahdu.

Ini hanyalah semu dalam nyata, namun ini nyata dalam semu. Aku dapat terbang tanpa sayap, memeluk dan mendekap erat. Membelai indah pesonanya, serta menapaki gemulai suasana senja. Entahlah. Aku pun bisa hilang kendali.

Aku merasakannya. Bayangan yang terus pudar seiring mentari pagi merangkak ke barat. Perlahan namun pasti aku berada diantara dua dimensi. Isyarat tanpa pakem, abstrak yang tak mengenal waktu. Tak logis.

Ia hilang. Fluktuasi cinta berlari menjauhiku, "Ini memang tak nyata!" diksi frontal membentak sunyi. Ini sebuah fantasi.

*****
(Fantasi karya Basith K. Adji)
Dilarang menyebarluaskan Flash Fiction ini tanpa izin penulis.

Rabu, 08 Februari 2012

Voli di Stollberg

Besok, atau bisa dikatakan hari ini di Indonesia, gue bakalan lomba voli di kota Stollberg. Kalau di Indonesia mungkin lomba ini setingkat hampir provinsi. Sebelumnya alhamdulillah juara hingga tingkat Regional dan Mittelsachsen. Penasaran siapa sih yang satu tim dengan gue hingga bisa menang? Nah, semuanya bule, termasuk gue walaupun seorang bule abal-abal. Muahuahua~ Makanya lihat juga postingan terdahulunya, uhm, bisa kalian lihat disini dan disini.

"Jangan berandai dalam salah, jikalau tak ingin kalah. Semua itu mungkin, maka jangan membiarkan hati terlantar miskin." -Basith K. Adji

Wish me luck yaaah! ^_^

Selasa, 07 Februari 2012

Mekar Dalam Gugur

"Mekar dalam gugur"
Picture taken with Kodak EasyShare M320 edited by MO Picture Manager

Oranye yang menguning menyusup kontras menyentuh korneaku. Sungguh, ini teramat jelas bagiku. Batin mereka mengalun seirama sepoi merdu, melihat buyar pada dinamika warna monoton, namun tatapku terpaku akan mekar dalam syahdu. Ia berbeda. Sebuah eksotika yang terekam dalam sanubari. Mekar  mentari mungil yang memamerkan kelopaknya. Ia lebih indah dari yang mereka lihat, karena ia mekar dalam gugur.

Eksotika akan selalu dikenang masa,
keindahannya, semua hal tentangnya,
jadilah orang yang pantas untuk dikenang!

PS: Foto ini diambil bulan Oktober tahun lalu, disaat musim gugur. ^_^

Senin, 06 Februari 2012

Aku Juga Bahagia...

Intuisiku menggerakkan jasad yang terbelenggu, mengingatkan sejarah kedigdayaan pahlawanku. Ia yang memiliki derajat diatas segala umat. Seorang lelaki yang menaklukkan dunia atas izin maha Kuasa. Aku juga lelaki dan aku mencintainya. Terdengar aneh memang, namun sejatinya orientasiku normal. Wajahnya yang menyembulkan cahaya, aku tak pernah melihatnya. Atau sekedar mendengar dakwahnya langsung? Sekalipun tak ada. Ia Rasulullah.

Disini. Korneaku menyerap refleksi cahaya, lalu memprosesnya dalam kognitif dibalik tengkorakku. Hiruk pikuk? Persis. Aku dapat melihat karnaval yang dibaluti tawa antar sesama. Sangat jelas. Namun disana, sepasang mata berbinar memancarkan sendu yang menyentuh hatiku. Aku melangkah mendekatinya dalam perasaan ganjil.

Sabtu, 04 Februari 2012

Kau Seakan Memperkosa Diriku

Bayangku di antara senyum dua warna dari yang tercinta. Hidup pada dimensi yang sama dan mereka adalah hawa. Dua yang sama namun berbeda. Paradigma, itulah yang beraneka. Ya, salah satu dari mereka mempertimbangkan setiap lisan kata, mengalunkannya merdu dalam irama hingga aku terpaku dalam diam. Terkadang ia juga menarikku perlahan dari jurang kelam. Ia adalah ibuku. Seorang dengan rambut hitam sepanjang bahu, beriris kecoklatan dengan tinggi tubuh sedang. Ia indah bagiku.

Aku mencintainya, setara. Aku membagi kalbuku sama rata terhadap dilema. Diantara ibu dan dia. Bidadari, ya aku mungkin telah mendapatinya. Bukan, ia telah dalam dekapan. Wanita tanpa sayap yang berparadigma sebanding denganku, labil. Tanpa alasan mendasar aku juga merasakan kasihnya. Aksi reaksi yang saling setimpal membaluti cinta kami tanpa iba. Itulah yang kurasakan, kekasih. Aku menemukan kesamaan anomali jasad diantara mereka berdua, hanya kerut wajah yang tertanda. Sepertinya ia refleksi masa dimana ibuku muda. Mungkin.

Jumat, 03 Februari 2012

Kabisat! Coba tebak...

Suci. Hanyalah kesejatian sebuah tafsir nama. Dari seorang dewa, untuk dikenang masa. Ia yang memiliki kabisat tiap setengah windu. Kalender Gregorius juga menyerap kata tersebut. Berpuluh abad lalu mereka menyembahnya, konon mereka juga merayakan ritual upacara. Penyucian, begitu mereka mengatakannya.

Mereka juga mengucapkan ini tanpa sendu. Sesuatu yang memiliki romantisme yang adil bagi segelintir. Sekarang identik dengan cinta, sebuah coklat manis menawar manja. Kali ini aku menemukan dua hal berbeda dalam untaian kata.

"Ada dua?" tanya seseorang.

"Ya! Tebaklah!"

*****

Ada dua kata, coba kalian tebak teka-teki buatanku ini! ^_^ hehehe
Benar dapat apa? Bukan dalam wujud benda, tapi doa.
good luck!


Kamis, 02 Februari 2012

Rembulan Sedang Bulan Madu

Aku membalas tatapan rembulan yang sinis. Spektrum warnanya menyentuh korneaku yang buta akan gelap gulita. Irisku mengecil membagi sinarnya sama rata. Dingin. Ia bukanlah purnama yang bercahaya sempurna, hanyalah sederhana yang melengkung indah. Tatapan ku lepas, lalu kembali dalam kegelapan. Aku terduduk mendekap tubuh berselimutkan jemari, lutut menyatu bersama dadaku yang dipenuhi rasa abstrak. Sunyi.

Kelopak mataku perlahan mulai berat untuk disanggah, semakin sulit untuk merangkai tawa. Aku hanya tersenyum dalam basahnya tetes duka. Tidak, aku tak bersedih. Rintihan lendir kala aku menarik nafas adalah refleksi bahagia. Sekali lagi, ini bukan derita.

Aku mengangkat kepalaku lagi, "Ya, Tuhan. Apakah Kau mendengarku?" ujarku lirih.

Selasa, 31 Januari 2012

Tawamu Yang Terakhir

Ia tersenyum. Aku dapat melihatnya dengan jelas. Sangat jelas bagaimana otot rahangnya berusaha mengukir keteduhan dalam sendu. Matanya sedikit menyembunyikan rasa pilu walau tak mampu. Tetes air matanya  pun berteriak semu meninggalkan kelopak untuk menghujam haribaan bumi. Sanubariku diselimuti haru. Aku mengusap lengannya yang keriput itu. Dari atas kebawah telapak tanganku melukis hampa, kemudian ku peluk tangannya yang tergeletak tanpa daya.

"Ayah..." panggilku lirih.

Kesunyian menghampiri kami sejenak. Ia tak mau menjawab. Bukan, ia tak bisa. Ia tetap terbaring tanpa gerakan satu jengkal pun. Bibirnya yang manis tertutupi oleh alat bantu nafas, bahkan hingga ikut menyembunyikan indra penciumannya. Aku paham.

"Kau mendengarku, kan?" lanjutku memeluk erat tangannya.

Senin, 30 Januari 2012

Emaaaak! Anakmu Jadi Presiden!

Hahaha. Pertama-tama ketawa dulu boleh dong yah? Gue bukan mengajak kalian untuk tertawa tanpa sebab kok, melainkan mengajak kalian menertawakan gue. Aneh yah? Biarin aja. Nah, beberapa hari kebelakang kan gue posting yang berhubungan dengan sastra, mungkin aja terkesan monoton. Terlebih diksi abstrak yang gue gunakan gak sepenuhnya dipahami.

Tapi, hari ini gue mau melakukan inovasi baru. Menjadi PRESIDEN! #eaaaa~ Hahaha. Ketawa lagi boleh kan? Mungkin terdengar seperti anak-anak yang labil, tapi bagi gue ini nyata. Gak percaya? :P

Uhm... Sedikit cerita nih, gue dikasi artwork oleh seorang blogger yang baik hati dan rajin menabung, biasa gue panggil Langi. Gue rasa artworknya lucu buaanget, terlebih dia gambar hanya dengan menggunakan Paint. Makasih lagi yah Langi! Sampai sekarang gue nyengir-nyengir sendiri pas lihat gambar tsb.. 

"Emaaaak! Anakmu jadi presiden!" sambil betulin celana.

Akhirnya artwork yang dikasi oleh Langi gue poles lagi menggunakan Paint Tool SAI, coba kalian bandingkan dibawah. Ini pertama kalinya gue mewarnai digital menggunakan software Paint Tool SAI.

Minggu, 29 Januari 2012

Underdog Bagian 5 (Akhir): Kematian dan Cinta!

Underdog: Cinta dan Kematian!
Ayo, baca sebelumnya:

Senja bertemu pagi, berulang lagi dan lagi, entah sudah berapa kali aku sendiri tak menghitungnya. Hingga hembusan nafasku kini masih belum kutemui tambatan hati. Ia yang menjadi dewi sejati, walau masih menjadi guratan abstrak yang tak kunjung ketemukan rindu senyumnya. Sendu yang menjadi kelambu hatiku, menyelimuti rasa inginku untuk bersamanya. Kembali melihatnya untuk menyelesaikan lukisan ini dan kuberikan padanya.

Lagi dan lagi kutarik nafasku, lalu kuhembuskan pilu hanya berteman sunyi dalam keributan. Aku menyendiri dalam pekikan semu orang yang membabi-buta. Pikiranku rancu. Membuatku semakin tak mampu membayang rupa senyumnya. Apakah yang harus aku lakukan? Batinku serasa ingin berteriak.

Sabtu, 28 Januari 2012

Dalam Sejuknya Rembulan

Diantara angin malam yang menusuk sanubari, juga sejuk rembulan sebagai sahabat penutup hari, disitu aku bertirakat dalam gelap separuh bumi. Bersujud dalam puing-puing asa. Membangun kedinamisan hidup dengan menggoreskan warna, menghangatkan tubuh dengan diksi-diksi indah ciptaanNya. Aku mencintainya. Apa yang aku miliki dan dapati. Bukan karena wujud hawa yang biasa meronta lemahnya,  namun lantaran menjamah kebahagiaan yang sejati. Ini yang teristimewa dariNya.

Jumat, 27 Januari 2012

Monolog: Untuk Ia Yang Menelanjangi Janji

Gedung DPR RI
Problematika yang terbelenggu masa memikat jasad dan sanubarinya. Berdiri gagah, menunjukkan secercah terang dalam pekikan lantang. Ia menari sembari menelungkupkan jati diri, menyembunyikannya dalam sebuah misteri. Lalu, ia menyamar tawa bersama kami dan bernyanyi,"Kita bersama membangun negeri!"

Negeri? Aku muak. Ia bernyanyi agar kami memuji, ia tak menyangka bahwa kami telah menerka. Ah, seakan nurani terselubung tanpa arti. Cobalah bersujud tanpa uang, mengunjungi kami terbelakang, menghibur kami dalam balutan senang, ya itu keinginan bangsa kami. Namun, sejatinya ia mengasumsikan suci, berlagak tak pernah menelanjangi janji.

DPR RI, andaikan Kau suci dalam hatimu sendiri
Sejatinya WC itu bukanlah tempat yang suci! 

(Untuk Ia Yang Menelanjangi Janji karya Basith K. Adji)
Dilarang menyebarluaskan Flash Fiction ini tanpa izin penulis.

Selasa, 24 Januari 2012

Perih? Bukan Hatiku!

Pusing! Pilek! Uwow~

-Coretan saat lagi pilek-
T.T

Mereka mengira aku merintih dalam sandiwara, lalu tertawa dalam suara hampa. Perih. Bukan batinku. Aku tersedu tanpa daya, tergeletak bagai budak yang selalu berserah. Aku membohongi dusta, ya jeritan ini melengking apa adanya. Hembusan nafas yang kukira penutup masa, fana dunia yang mungkin semu sudah, seakan menimpa akalku yang penuh dosa. Maafkanlah hamba.

"Tapi ini tak sebegitu parah, sobat!"

Aku mengerti namun kau tak paham. Kau mencoba mengerti namun ku tak akan paham. Biarkan benda ini menghujam kepala, relakan pita suara melirih dalam lendir hina. Aku menikmatinya. Karena lembayung hati tak lupa akan lukisan jejak senja, hingga aku menemuinya lagi, lagi dan lagi. Sudah cukup sejatinya! Jasadku dalam keperihan, tawaku menyambut dinamika.


Senin, 23 Januari 2012

Ekspektasi Dalam Dua

"Siapa aku? Aku hanyalah manusia hina yang takut sang Penguasa. Citaku tak lebih dari mendapatkan cinta dariNya," ucap seseorang bernada bass.

"Hahaha. Tuhan? Ia hanyalah gaib yang tak kupandang, hanyalah zat yang tak kurasa. Harta! Ya, sejatinya hanya harta yang membuatku bahagia," sanggahan dalam mezo-sopran.

"Ampunilah kami, berikan kami hidayah, serta lindungilah orang-orang disekitarku," hempasan doa bernada tenor menggaung keras.

"Sholat? Berdoa? Ah, persetan akan itu semua. Dengan menungging hanya waktu yang menjadi sia, lagipula tak memberiku sesuatu secara instan," kembali yang lain menyanggah.

"Allahu akbar. Sesungguhnya Engkau mengetahui apa yang baik bagi hambaMu," ungkap lelaki muda, matanya menangkap cakrawala.

"Ah, sudah! Aku tak peduli apa itu hidup, aku hanya berusaha menikmatinya!" dengan nada sopran ia menghentak, lalu pergi menjauh.

Prolog diantara enam orang muda dalam pembagian kelamin sama rata itu berakhir begitu saja. Mereka bubar dalam ekspektasi dua, keheningan pun menyelimuti mereka. Dalam tatapan datar kisah ini dimulai, kesemuan yang ada kini menjadi nyata.

Minggu, 22 Januari 2012

Tante Girang Pun Terharu! (Puisi Spesial)

Surprise!
Hidup. Yap, gue ingin menganalogikannya sebagai buku. Kita tahu ada banyak buku didunia ini, namun kita tak mengenal judulnya satu persatu. Selain itu, masing-masing buku memiliki tebal yang berbeda. Tapi, kenapa sih harus buku? Sangat simpel sebenarnya. Judul buku hanyalah perumpamaan terhadap pengalaman, nama orang, ya yang tak bisa kita ingat seutuhnya. Kita menjalani hidup penuh dinamika dimana tak semua hal bisa terekam dalam otak. Dan, tebal buku merupakan umpama umur manusia, sejatinya semua orang memiliki perbedaan dalam kesempatan mencicipi dunia. Setuju?

Nah, ngomongin umur nih, gue langsung teringat dengan seorang sahabat maya, seorang blogger juga -- ia sedang berulang tahun hari ini. Wicikiciw~ Tadi, gue bersamanya serta beberapa blogger lain conference di skype untuk menyambut hari ini dengan penuh cita. Indah. Ya, bisa dikatakan begitu. Menjelang terbukannya lembaran hari, kami bersama-sama menyanyikan beberapa lagu khusus untuk yang berulang tahun ini. Ia adalah Utari Damayanti, atau biasa gue panggil tante girang. Hihihi~ Panggilan yang aneh yah? ~(^_^)~ Nah, sebagai hadiah untuk Tante, gue mau mendedikasikan sebuah puisi khusus untuknya. So, here we go!

Sabtu, 21 Januari 2012

Pembenci Bagaikan Banci!

Hatinya menari di atas luapan emosi, lalu tertawa dalam kebencian abadi. Aku bisa melihatnya, masih bisa. Kelopak matanya menyembunyikan kesengsaraan, sorot matanya membiaskan kehancuran. Ya, semua itu jelas. Rentetan dosa berbalutkan pujaan hina pantas kukalungkan padanya. Hatinya gelap dan tak lagi segemerlap kejora yang menumpahkan spektrum warna. Ia segan bersembunyi dalam malam tersunyi, lalu sekarang?

Ia mengemis tanpa muka, menadah sandiwara renta demi niat yang ternoda. Upaya penuh rasa, menjatuhkan yang berkuasa, ia sungguh rendah. Aku memperhatikannya, masih dan sangat detil. Langkah dinginnya dalam rencana, ayunan tangannya meneropong kesempatan tercela. Ia bagaikan banci yang bertransformasi kala senja menjelang. Dua sisi yang berbeda, namun meremuk redamkan sesama. Sigaplah terhadap perilaku semunya!

(Pembenci Bagaikan Banci karya Basith K. Adji)
Dilarang menyebarluaskan flash fiction ini tanpa izin penulis.

Kamis, 19 Januari 2012

Sepakbola di Lapangan Putih

Sepulang sekolah tadi gue main sepakbola dibelakang rumah, tapi rasanya beda banget kali ini. Seperti judul diatas, gue mainnya dilapangan putih. Bingung? Jangan. Sebenarnya gue main diatas salju. Muehuehue~ Nah, postingan ini isinya hanya beberapa gambar.

Gambar diambil menggunakan kamera Samsung Galaxy GT-S5360. So, here we go~

juggling bola

Selasa, 17 Januari 2012

Bukan Halangan

Ia tertawa dalam dusta yang sejati, lalu tersenyum beriringan raga yang menunduk. Pedih. Aku tahu, aku mengerti bahwa ia bukanlah seonggok sampah yang berhak terlantar. Aku dapat merasakan jiwanya dalam ambang yang kelam, terletak diantara jutaan penghinaan visual. Hatiku dalam frekuensi yang menggetarkan kedua batin bersama. Bersatu dalam melodi yang semu, tercerai dalam ringkuh sebuah nasib.

"Dek, kamu sedang apa?" tanyaku menepuk bahunya.

Ia menoleh keatas, melihatku, "Tidak, mas siapa yah?" matanya berlinang.

"Disini kotor, ayo kita kesana dulu. Saya Mas Adji," ajakku menjulurkan tangan.

Ia kembali tersenyum. Kali ini raut mukanya berdinamika dalam indahnya pelangi senja, pupil matanya menunjukkan keyakinan dalam benakku. Aku membalas senyumnya. Langkahnya menyeret dalam kerapuhan fibulanya, terpincang namun masih menahan senyumnya. Tampaknya senyuman itu berubah dan telah terkontaminasi dengan rasa sakit. Ia meringis.

Minggu, 15 Januari 2012

Underdog Bagian 4

Underdog: Mengerikan
Ayo, baca sebelumnya:

"Assalamu alaikum," aku berteriak sambil mengetuk pintu rumah. Lelah. Aku berdiri sambil bersandar dipintu untuk menopang berat tubuh ini. Masih dilanda penasaran untuk bertemu sang pujaan, terlebih bayangnya terus saja menghantui benakku. Entah apa yang terjadi denganku belakangan, apakah mungkin jatuh cinta? "Huuftt," aku menghela nafas sambil mengelap dahi.

Ceklek. Pintu dibuka seketika aku tetarik kebelakang, hampir terjatuh. Aku menyeimbangkan tubuh dan jemariku menyentuh lantai. Kaca mataku juga telah mencapai ujung hidung, ya nyaris terhempas. Aku  mencoba berdiri, "Aduh, mama, kenapa buka pintunya tiba-tiba?" tanyaku menatap mata ibu.

"Siapa suruh kamu bersandar dipintu." serunya.

Aku menunduk, "Iya sih, ma. Maaf" lalu menyudahi pembicaraan singkat itu.

Aku menderu dalam kecepatan langkah menuju kamar mandi, aku ingin menghilangkan kepenatan setelah kekecewaan melandaku. Nyanyian dalam keheningan, ya aku melantunkan beberapa lagu lama. Jika cinta dia, jujurlah padaku, batinku terhenyak saat melantunkan bait tersebut. Cinta? pikirku dalam hati.

Ketika Senja Dibalut Salju

Indah. Yap, gue merasa ketika senja dibalut oleh putihnya salju itu luar biasa. Sungguh. Dengan kerlipan merah mengoranye ditambah dengan memantulnya spektrum warna tersebut diatas salju. Bisa kalian bayangkan? Nah,  hari ini gue mau share beberapa foto yang gue jepret sendiri barusan. Gue memang bukan fotografer profesional, tapi gue berusaha untuk membuat foto-foto ini terlihat lebih menarik, jadi ya gue edit seadanya saja.  Hehehe

Foto-foto ini gue jepret dengan Kodak EasyShare M320 dan diedit dengan Photoshop CS3 dan Photoscape. Kasih pendapat kalian dikolom komentar yah atas hasil jepretan gue ini? Okay? Muehuehue ~(^_^)~

Yay! Biar gambarnya keliatan besar dan lebih memuaskan, klik aja pada gambar. Here we go~

Tempat duduk pohon dalam senja bersalju

Tumpukan salju senja
Masih kurang puas? Mau lihat gambar yang lain? Klik 'Baca selanjutnya' ^_^

Jumat, 13 Januari 2012

Underdog Bagian 3

Underdog: Kecewa
Ayo, baca sebelumnya:
[Underdog Bagian 1]
[Underdog Bagian 2]

Rambut hitam yang mengurai panjang dengan hiasan pita merah muda diatasnya, ia masih dalam balutan seragam sekolah. Terduduk diatas ilalang sambil melihat langit yang membiru, menggantungkan kaki dengan tangan menyanggah beban tubuh -- persis ketika kami pertama kali bertemu. Ini lukisan yang teramat indah dan penuh makna namun sayang belum sempurna. Rupa wajahnya terlalu abstrak dibenakku dan aku tak tahu bagaimana melukisnya. Aku harus melihat senyumannya. Lagi. Ya, sejak dibawah pohon waktu itu hingga sekarang -- sudah dua hari -- lukisan ini tak kunjung usai. Aku belum menemuinya. Ia sakit?

Aku menelusur dilorong sekolah sambil menggenggam balutan ransel. Tetap menunduk. Tujuanku sebenarnya hanyalah kelas Dewi. Aku berjalan sambil menyeret langkahku. Setengah sadar dalam bayang-bayang ketakutan. Aku takut untuk menghampirinya.

Sungguh lorong yang panjang, sudah cukup menghadirkan dimensi semu dalam bayanganku terhadap Dewi. Aku hanya ingin melihatnya sekali saja untuk hari ini. Aku rindu senyumannya yang pernah beberapa kali ditujukan kepadaku. Aku rindu itu.

Kamis, 12 Januari 2012

Rasa Yang Abstrak

Dalam lantunan melodi yang merdu, melebur bersama malam yang syahdu. Hening. Membayang akan segala rasa yang tersesat diambang kematian. Aku hanyalah makhluk hina yang masih menunggu dan masih dalam penantian. Jika saja aku seorang penyihir dengan berjuta keajaibannya, andaikan aku seorang penyair yang menggoreskan diksi indahnya. Aku mungkin bisa.


Tanpa dusta aku hidup dalam dinamika warna yang tak terdefinisi hingga akhirnya sirna. Mengharap puing-puing asa dalam ketidakberdayaan masa, terbelenggu melihat keabstrakan dunia. Diam. Berekspektasi kala rembulan di langit belum tertidur, hasratku ingin bertanya kepada jutaan bintang mungil, "Bisakah engkau menjadi lebih terang?" Mungkin engkau bukanlah kejora yang mendapat perhatian, engkau hanyalah junior yang tak bernama. Hanya sebagai penghias latar keindahan kejora. Aku yakin bisa.

Itulah dunia dalam sadisme yang tak memandang, dalam rentetan pedih penyesalan. Hanya ada pertikaian batin yang tak terhenti sampai aku 'kan mati. Nafsu hanyalah bisikan yang tak menentu, membiaskan pandanganku terhadap kesadaran sejati. Terjatuh dalam lembah tak berpenghuni, aku hanya ingin sebuah harmoni. Tak mungkin meloncat yang kubisa hanya mendaki perlahan hingga puncak tercapai. Aku pasti bisa.

*****

Ada yang mengerti maksud coretan resahku ini? Kalau kalian dapat mengartikannya. Kalian luar biasa! ^_^

Selasa, 10 Januari 2012

Underdog Bagian 2

Underdog: Perasaan yang
abstrak
Ayo, baca sebelumnya:
[Underdog Bagian 1]

Masih dalam kebisuan batin dengan tetes jiwa membasahi muka. Aku mengelapnya. Menggunakan sehelai sapu tangan yang selalu kubawa. Bercorak batik dengan motif sunda, sedikit luntur dan ternoda. Mungkin karena sudah lama ku pakai. Sapu tangan itu semakin terlihat kusam setelah kugunakan untuk mengelap barusan.  Sekejap pandanganku melebur dalam jutaan spektrum warna saat kulepas kaca mata. Aku buta? Sepertinya tidak. Aku masih bisa melihat sayup-sayup bayang banyak orang.

Pletak. Tanganku seakan kehilangan beban, sepertinya aku menjatuhkan sesuatu yang penting. Aku meraba meja serta bangkuku, namun masih tak kutemukan. Aku meraba saku celana dan baju, masih sama. Kaca mataku, ia jatuh. Dimana? Aku tak dapat melihatnya dengan jelas.

"Aduh, apa ini?!" kepalaku membentur sesuatu kala merebahkan tubuh dan mengais lantai.

"Ngapain kau, john?" tanya seseorang.

"Kaca mata. Kaca mata?!" aku terus mengais lantai tak peduli panggilan siapapun.

"Aku menemukannya!" teriakku gembira. Aku langsung memakai kaca mata itu dan langsung berdiri. Plaak. Untuk kedua kalinya kepalaku membentur sesuatu. Kali ini pada bagian belakang kepala. Aku memegangnya tanda kesakitan. Meja. Ya, ternyata sebuah meja.

"Hahaha. Bodoh!" aku mendengar puluhan orang mengatakannya. Sadis.

Senin, 09 Januari 2012

Pertemuan Semu

Teman selamanya ~(^_^)~
Ketika kita melukis terukir goresan yang indah, ketika kita merangkai kata mengalun melodi cinta, semua itu karena ketulusan. Yap! Mungkin banyak teman-teman blogger saling bertukar gambar, namun kali ini gue, lebih tepatnya kami akan sedikit berbeda.

Berawal dari tweet gak jelas antara gue dan Kinan, akhirnya kami sepakat untuk bertukar puisi. Semua ini gara-gara provokasi dari Ririz. Well, it's okay. Toh kami hanya iseng-iseng tak berhadiah. Nah, Kinan udah buat puisinya duluan dan kali ini giliran gue. Puisinya bisa kalian lihat disini. Bagus deh.

Seperti kata Spongebob dan Patrick: "Teman selamanya". Gue juga berharap bisa begitu, walau kami belum pernah ketemu, tapi lumayan akrab kok. Kapan-kapan kita ketemuan ya, Kinan! Dari perasaan itu gue buat puisi berjudul "Pertemuan Semu". ^_^

Minggu, 08 Januari 2012

Underdog Bagian 1

Underdog: I'm a geek!
Aku menyudut dalam bising suara. Semuanya menghantam gendang telinga hingga tak dapat kumengerti. Aku sudah mati? Tidak. Aku masih dapat merasakan irama jantung mengiringi helaan nafas. Hembusan angin masih membuat hati ini dingin. Namun, aku merasa dalam pelukan yang hampa, dalam keheningan batin yang serupa. Sendiri.

Aku duduk sambil mendekap kaki, meletakkan dagu diatasnya, merenung dalam bayang-bayang ketakutan, aku hanya menunduk. Yang kubisa hanya menghela nafas yang panjang lalu menghembuskannya. Begitu terus hingga aku lelah. Lalu aku membuat gambar semu dengan mencoret lantai bumi menggunakan jari telunjuk. Hanya aku yang bisa melihat gambar itu. Wanita. Ya, seorang bidadari lebih tepatnya.

“Kamu ngapain duduk sendirian ditaman, john?” tiba-tiba seseorang datang menghampiri.

Aku terkejut dan pandanganku buyar. Gambar tadi juga sekejap menghilang, lalu ku menoleh keatas. Seorang wanita.

“Aku? Uhm, nggak kok. Aku gak duduk nih.” aku langsung meloncat dan bediri.

“Hahaha. Kamu ini ada-ada saja, tiba-tiba langsung berdiri.” serunya.

Tersenyum. Ya, aku hanya bisa tersenyum melihat tawanya. Sejenak aku diam dalam keindahan lesung pipinya. Raut wajah yang sangat detil kuperhatikan. Ia mirip dengan gambar semu yang kubuat tadi. Cantik. Apakah ia tiba-tiba menjadi nyata?

Jumat, 06 Januari 2012

Bagaikan Seekor "Uhu"

Uhu! Sebuah kata yang ciamik banget untuk disebutkan. Uhu ini berhubungan dengan hantu tapi punya ekor. Mungkin seperti kebanyakan hantu sih, "uhu" ini juga bisa terbang, konon "uhu" ini kalau terbang hampir gak kedengaran suaranya. Serem banget deh. Tapi kalau ditambahkan akhiran -k atau -y akan beda lagi artinya. Uhu! Uhuk! Uhuy! -___-''

Nah, belakangan ini gue merasa menjadi seekor "uhu". Lalu, Basith jadi hantu dong? Nggak. Sebenarnya "uhu" itu adalah bahasa jerman. Dan sekarang gue mau mengibaratkan kata "uhu" menjadi sebuah pengertian yang bisa mengajak kalian untuk berubah kearah yang lebih positif. Bingung kan? Lanjut aja bacanya.

Kamis, 05 Januari 2012

Bule Bola Saya, Saya Bola Bule?

Rambut tak pirang, badan pun jadi.
Bola? Pasti kalian semua tahu dong kalau bola itu bundar. Tapi gue agak heran kenapa sih ada lagu topi saya bundar. Perasaan gak ada deh topi yang bundar. Lalu,  liriknya diulang-ulang aja, "Topi saya bundar, bundar topi saya, kalau tidak bundar bukan topi saya". Terus kalau gue pakai topi bermotif bola yang bundar, itu punya dia? Enak banget. Gue yang beli, tapi dia malah ngaku-ngaku. Lagunya sesuatu banget.

Nah, ngomongin yang bundar-bundar, kata "dia" HATI itu juga bundar loh. Aneh banget. Yah... namanya juga cinta yang membuat kita buta. Padahal monyet yang lagi garuk-garuk pantat aja tahu kalau hati itu nggak bundar.

"Hatimu begitu bundar, sayang!"

"Kok gitu, yang?"

"Karena kita jadian dibundaran HI. Sesuatu banget kaan."

"Kamu gombal yah? Gak lucu tuh." #jleb

*kemudian hening*

Anyway gue punya... uhm...
Kejutaaan!!!


Rabu, 04 Januari 2012

Dusta Penghancur

Sendiri. Dalam keheningan yang nyata aku terbuai akan pikiran masa lalu. Ia terus menghantuiku hingga kini. Aku tak mampu menahan gejolak jiwa dari letupan dusta yang menghancurkan semangat. Saat ini. Disudut kamar aku terduduk, melihat cahaya mentari yang menembus hati. Aku masih merasakan keharmonisan alam dengan berjuta keindahannya. Hatiku tak secerah langit siang itu.

"Kamu kenapa termenung disitu, nak?" sahut ibuku dari pintu kamar yang terbuka.

Aku terkejut dan menoleh. "Um, nggak ada apa-apa kok ma," jawabku lalu kembali melihat menerawang jendela.

Bayangku melanglang buana entah kemana. Pikiranku seakan terkontaminasi akan perkataan masa lalu itu. Mati! Sepenggal kata yang membuat batinku hancur, yang membuat jasadku melebur dalam tawa ketakutan. Aku hanya bisa terpaku diam dalam perangkap semu. Aku mati?

"Jika tawa akan hadir dalam pelukan. Aku ingin.
Jika senyum mengobati luka goresan. Aku rela."

Aku seakan pasrah dalam kebuntuan resah. Rasa ini terlalu abstrak untuk kurangkai dalam kata. Rasa ini terlalu sulit untuk terucap. Kematian yang sekejap dalam iringan senyum dan tawa, mungkin akan dapat kuterima. Seandainya ini memang suratan takdir, kalaupun ini hanya keresahan semu, aku tetap  saja bimbang. Hatiku masih bergetar dan tak tenang. Rentan.

"Kau terlihat gelisah," Ayaku tiba-tiba datang. Menghampiriku yang berada didalam kamar.

"Iya yah," aku semakin menundukkan kepala.

"Kenapa?"

"Aku akan mati hari ini. Semua orang akan mati."

Ayahku tertarik kebelakang lalu menatapku kosong. Ia terkejut. Aku tak pernah melihatnya seperti itu - matanya melotot sambil bercekak pinggang. Tiba-tiba tangan kanannya ia ulurkan kepadaku, menarikku paksa dan mengajakku ke suatu tempat.

Senin, 02 Januari 2012

Hanya Engkau Sebuah Harapan

Datangnya tahun baru dimanfaatkan oleh banyak orang untuk menulis harapan-harapannya. Yang terpenting bagi gue, akan lebih baik jika ditulis dan diyakini dalam hati serta berdoa kepada yang Maha Kuasa.  Manusia hanya bisa merencanakan dan Allah yang menakdirkan. Dan juga, apa yang kita pikirkan/yakini itulah yang akan terjadi. That's what I believe. Mungkin lain kali akan gue tulis wishlistnya diblog ini.

Manusia bisa berharap dengan yang menciptakannya dan Ia akan selalu tahu yang terbaik untuk kita. Dengan berjalannya waktu, tepatnya masa lalu, banyak kisah abstrak yang mewarnai hidup ini. Semoga kita bisa lepas dari bayang-bayang kesedihan. Dan berharaplah hanya pada-Nya akan kebahagiaan. Selamat tahun baru semuanya! Semoga kita menjadi pribadi yang lebih baik ditahun ini.

Minggu, 01 Januari 2012

Bidadari Kancut Bagian 6 (Akhir)

Sub Judul: Kau Bidadari!
Kancutku sejati!
Ayo, baca cerita sebelumnya:
[Bidadari Kancut Bag. 1] [Bidadari Kancut Bag. 2]
Tahun baru, pacar baru. Itulah yang dimiliki Andi sekarang. Ia gendut bukan sembarang. Ini kejadian yang benar-benar jarang. Aku iri tapi aku senang. Sahabatku tak lagi harus mengenang. Mengenang ketika ia diputuskan oleh mantannya. Tragis memang.

Ia selalu saja memamerkan kemesraannya dihadapanku, ia sama sekali tak terlihat kaku. Tak sepertiku yang belum sama sekali pacaran. Keringatku mengucur bagai membuka keran. Begitu deras hingga membuatku becek. Kuambil sapu tangan dikocek, tapi akhirnya sobek. Aku menggigitnya karena tak tahan melihat tingkah Andi.

“Ricky, ayo bersenang-senang. Ini tahun baru loh.” tiba-tiba Aura menepuk pundakku dari belakang.

Aku histeris, aku kira ia hantu jeruk manis. Rambutnya hitam panjang, membuatku kejang-kejang. Hampir saja aku pingsan. Aku juga hampir mimisan. Aku sungguh terkesan.

“Aura, kau mengejutkanku saja.” aku mengusap dada.

“Festival disekolah kita setahun sekali loh. Ayo, ikut aku.” ia menarik tanganku dengan gampangnya.

Aku serasa terbang walau tak seperti belalang. Kau bunga dan aku kumbang. Aku ingin menyanyikan kau sebuah tembang. Agar hatimu menjadi lapang. Agar aku dapat meraih hatimu dengan gampang. Tetap saja pinggulmu ku pandang. Aku terlihat girang tapi aku bukan berhidung belang.
newer posts older posts back home