Aku menyeduh mentari tanpa kehangatan bidadari. Disini, aku laksana cinta tanpa kasih. Ragaku menyendiri dalam kegelapan pagi dan menerawang masa kala dua hati bersama menjemput cahaya surya. Ia , sang pewarna hari, kini tak lagi hadir dalam dekapanku. Hampa. Aku terbelenggu akan ungkapan bahwa cinta berawal pada segumpal tawa dan diakhiri dengan tangisan belaka. Tepat, segalanya terjadi padaku. Jiwaku seakan meronta-ronta dalam diam, tetes senduku terus mengalir perlahan menghujam tanah.
Kebencian terhadap dunia tercermin oleh tatap tajamku yang masih basah. Rasanya aku ingin sekali mencabut ribuan nisan, lalu mecampakkannya ke samudra. Namun percuma saja, walaupun aku melakukannya, dunia ini tetap saja tak seimbang. Semua rasaku telah musnah, begitupula dia. Bayang yang tersisa hanya menjadi pelengkap secangkir hangat kopiku saat ini.
Tak ada alasan yang membutuhkan pembenaran, semua ini adalah takdir. Tak ada apa, tak pula mengapa. Seumpama bermain dengan pisau runcing, kelak ia akan menyayat lirih tubuhmu, dan itu sangatlah perih – seperti yang kurasa kini. Andai saja aku dapat memilah-milah waktu untuk kujelajahi. Jikalau aku bisa menjalani segalanya dengan keistimewaan di hati. Mungkin saja aku dapat bahagia. Lagi – seperti masa lalu.
Aku beranjak dari kursi kayu berwarna coklat usang, “Waktu itu... seharusnya tak pernah terjadi,” ujarku berkacak pinggang.
Sembilan tahun lalu, sang malaikat penjemput nyawa tak dapat kutolak kehadirannya. Saat langkah pertamaku melewati pintu rumah, dinding putih berhiaskan cipratan penuh darah, di atas lantai tergenang merah yang menggoreskan kepedihan tak terhingga. Beberapa inci di dekatnya tergeletak seorang wanita yang tampak tak bernyawa. Raut wajahnya menyisakan gelisah, seakan ada misteri dibalik kelopak matanya yang tak tertutup itu. Bagian belakang kepalanya menyelinap keluar semacam daging kenyal berawarna merah pekat – mungkin saja otak pikirku. Teramat mengerikan, aku bahkan tak mampu menggambarkannya. Ialah istriku, sebuah realita yang meluluh-lantakkan harapan masa depanku.
Langkahku menyeret mendekati jasad tercinta, jemariku membantunya menutup mata ‘tuk selamanya. Tanpa senyum, tanpa salam perpisahan. Aku menyaksikan saat alam memisahkan kami tanpa toleransi. Ikrar janji yang dulu kami kumandangkan saat itu juga berakhir. Aku berteriak memecah sepi, lalu meninju dinding dengan segala luapan emosi. Aku masih mengingatnya.
“Sejak kita berpisah dan aku tenggelam gelisah, ku hanya ingin menghiasi biru ini dengan segala ungkapan rindu. Sungguh,” ungkapku sembari mengambil cangkir kopi yang mulai beku terpengaruh atmosfir hatiku.
“Aku memulai kehidupan dengan satu tangisan, apakah aku pantas mati dengan cara yang sama?” lanjutku menggerutu dalam hati.
Aku meneguk beberapa kali beriring angin yang menderu semakin kencang, seperti menanggapi perkataan batinku. Diantara hempasan itu aku merasakan melodi merdu menggetarkan gendang telingaku, aku mengenalnya. Frasa lembut milik sang bidadari yang telah menelantarkanku sendiri.
Janganlah bersedih
Peluklah hatiku dengan hatimu
Biarkan rinduku menjadi milikmu
Tak ada kau dan aku disini
Hanya ada kita, berdua
Aku terhenyak tanpa bahasa, batinku seakan tak percaya. Sontak cangkir yang masih berisikan kopi terhempas ke lantai.
BRAK!
Lenganku seketika bergetar dan lunglai. Pecahan beling berhamburan, membaur dengan lantai berkeramik putih yang aku pijak. Beberapa diantaranya mengoyak kulit kakiku, persis setajam pisau runcing yang aku katakan sebelumnya, namun tak perih.
Aku berlari mengejar angin yang mengarah ke ufuk timur – tempat sang mentari bertengger gagah. Telapak kakiku terus mengucurkan darah segar dimana masih bersembunyi beling di balik kulitnya. Mati rasa, aku tak mempedulikannya. Langkahku terus meraih suara tersebut. Sayup-sayup itu sekejap hilang dan aku berhenti, tepat dihadapan mentari. “Haruskah aku tersenyum menyambut hari?” ujarku berselimutkan misteri.
*****
“Kala cinta berawal dengan senyuman dan berakhir dengan tangisan, bukankah hidup itu kebalikannya? Jangan biarkan hidup ditutup dengan merana, karena hidup itu mempesona!” –Basith K. Adji
(Mentari Saksi Misteri karya Basith K. Adji)
Dilarang menyebarluaskan cerpen ini tanpa izin penulis.
PS: Ini adalah cerpen "kompilasi bersambung" bersama Andaka Rizki Pramadya. Nanti akan ada lanjutan berbentuk cerpen di blognya, kami berdua berkolaborasi menggabungkan cerpen seolah-olah seperti cerbung. Silakan cek blognya dia juga. (disini) Hohoho :D
suka sama cerpennyaaaaaaa :D
BalasHapusMakasih ^_^
HapusKombinasi lagu + cerpen yang mantab. Like this.
BalasHapusMakasih yah :D
Hapusoke deh siap nulis kompilasi bersambung yang kedua XD
BalasHapusWokeh bang :) Ditunggu yooow~
Hapusbukankah kebahagiaan dan kesedihan itu satu paket? setiap ada kebahagiaan pasti akan ada kesedihan terselip dibaliknya, dan begitupula kesedihan, bersyukur atas nikmat kehidupan itu kunci utama 0:)
BalasHapusItu terlalu general puni, bukan masalah bahagia atau sedihnya yg jadi tujuan posting ini. :D Maksud utamanya: antara cinta dan kehidupan... Kalo cinta biasanya diawali dgn senyuman dan diakhiri oleh tangisan (perpisahan), sedangkan kehidupan diawali dgn tangisan (saat bayi) dan diakhiri senyuman (kala hidup kita berguna bagi sesama dan bermanfaat) :D
Hapustangisan dan senyuman selalu menghiasi hidup kita, mereka pasti selalu ada
BalasHapusditunggu cerpen berikutnya :D
Yep! Tepat jini :)
Hapusbaca ini bikin gw manggut manggut.. ckck
BalasHapusManggut2 ini bukan lagu yg nge-beat bang XD
Hapussedih ya ... *speechless*
BalasHapusfufufufu aku juga langi :p
Hapusnice cerpen...
BalasHapussealalu berkarya ya mbak...
:)
Aku cowok loh hahaha X_X
Hapusmuhahahaha dapet bahan buat bullyan berikutnya #plaaaak
HapusHahaha kampret bang ujay XD
Hapus"Ia, sang pewarna hari kini tak lagi hadir dalam dekapanku. hampa." dalem banget Sith...
BalasHapusini kyk2 nya beneran ini. hahaha
btw, kamu dipanggil "mbak" noh...
hihihihi.... Basith yg cantik ^^
tetep aq ngefans sama humor-berirama mu :)
bukan berarti yg lain ga bagus loh... ayo terus menulis.
Hihihi ini fiksi kok mbak XD Hahahaha iya, aku dipanggil mbak, padahal keliatan di banner aku cowok tulen XD Biarlah, salah kaprah tak ada salahnya utk pertama kali :D Oke mbak, rencananya mau aku selang-seling cerita humor dan yg lebih serius :D
Hapuskala cinta berawal dari senyuman dan berakhir dengan tangisan :'(
BalasHapusBukankah memang begitu? :D
Hapussuka suka cerpen nya..keren euy, weis basith udah jadi mbak mbak yah hehehe
BalasHapusHohoho, mbah mbah kali mbak :p
Hapuswahhh suka diksinya,ngalir banget...mantap
BalasHapusMakasih mbak phuji :D
Hapussuka gaya bahasanya. keren! :D
BalasHapusMakasih :)
Hapuswaaah bagus :D
BalasHapusgaya bahasanya itu loh.... ><
Hohoho :D makasih yah :)
HapusAku suka kata-katanya pas di akhir. Ngena banget bang:D
BalasHapusBaguslah kalau suka senja :">
Hapusmenyayat qaqaq :(
BalasHapus:)
Hapusfufufu XD
Hapuscinta berawal dari senyuman dan berakhir dgn tangisan. kalo gitu utk apa kita hidup berpasanga2an dan dianugrahi rasa cinta kalo akhirnya kita cm ngerasain kesedihan bang ? :D
BalasHapustapi aku suka cerpen ini :D singkat, padat, jelas, isinya juga dapet :3
Tangisan hanyalah representasi perpisahan. Kita ksn pada akhirnya akan berpisah, disini aku menunjukkan perpisahan itu dgn kematian :) Karena inilah hidup :p Hidup dgn cinta jelas perlu, tapi jangan biarkan rasa perpisahan itu menjadi berlarut hingga kita menutup mata, disini aku juga bilang hidup itu diawali dgn tangisan, makanya jangan sampai berakhir dgn tangisan pula :p
HapusWOW aku merinding bacanya bang! haha
Hapusiyaiya bener! bener bgt! setelah kesedihan dtg dgn membabibuta, jgn biarkan kesedihan itu datang untuk kedua kalinya. memotivasi banget bang xD
Nah! :D
HapusMbak , eh Bang :D
BalasHapussy anak baru,
jempol buat cer-kom-bung nya dah :D
ditunggu kelanjutannya ...
bdw, beling nancap di telapak kaki trus dipake lari2 kaki nya ..beuhh...
Yuhuu~ salam kenal yah :)
Hapus"Jangan biarkan hidup ditutup dengan merana karena hidup itu memesona" <----suka banget ama kalimat ini hihihi...
BalasHapus^____^
Yuhuuu~ baguslah kalau suka :D
Hapuswaaah.. karya yang eksotik nih,,.... memesona banget...
BalasHapusMukaku juga eksotis kok :3
Hapusmampir baca-baca...
BalasHapusYuk mari :)
Hapusjangan biarkan hidup ditutup merana karena hidup mempesona >> super sekali.. suka banget cerpen ini, merinding -___-
BalasHapusYuhuuu tami hihihi :D
Hapusada tangisan ada pula senyuman.. .. semua saling berpasangan. . .. :)
BalasHapusTepat! :)
Hapuskeren ceritanya mas. menjiwai. hehe salam kenal :)
BalasHapusMakasih yah ^_^ Salam kenal :D
HapusSuka cerpennya :) tapi mengapa ikrar suci harus berakhir jika salah seorang meninggal?
BalasHapusKarena itulah hidup, ada mati yang menghentikannya :)
Hapusmenggebu....saya suka nyawa dalam setiap katanya
BalasHapusYep!
Hapusnice posting bang.. aku suka.. :)
BalasHapusBaguslah kalau suka, makasih yah :)
Hapustetap, kata-katanya juaraa...
BalasHapusaku sukaa.. :)
Makasih, bal :p
Hapusaaaaaaaaaaaaa nak bas, sering2 aja nulis kayak begini :D
BalasHapusfufufu~ hu'uh kak pit :D
Hapuskeren tulisannya,jadi ngencess
BalasHapusMakasih :)
Hapushidup tidak merana melainkan mempesona?
BalasHapusboleh banget tuh kata-katanya. . .
keren bos ceritanye
ha,,,,,ha,,,,,,ha,,,,,,, walau aqu suka sastra tapi kalau terlalu berat gini jadi berat mataku untuk baca kelanjutan ceritanya
BalasHapusNB:aqu baru baca 2 paragraf doang
Nggak klimaks dong bang :3
Hapuskunjungan ..
BalasHapussalam sukses ..:)
kunjungan ..
BalasHapussalam sukses selalu ..:)
Amin, trims yah :)
Hapus