Monolog: Kisah Putih Ombak Pilu Bukan Halangan Yang Tak Dianggap Tawamu Yang Terakhir

Minggu, 24 Juni 2012

Pujian Rindu

Aku pernah menelaah emosiku kala berselisih sendu. Tentang selaksa pujian yang berkubang dalam satu wadah merdu. Tentu saja ia indah, frasa renyah itu hanya tertuju pada satu individu. Saat indra pendengar menangkapnya, barangkali, kau akan menepuk dadamu seraya mengangkat dagu. Lalu, kau pun tersedak dalam senyummu yang menyeruak.

“Kau hebat sekali ... luar biasa ... fantastis ... mengagumkan!” –begitulah mereka. Menarik, bukan?

Sebongkah kalimat bertanda seru, makna dan maksud siapa yang tahu. Ya, aku ingin menyebutnya sedemikian. Ungkapan yang berasaskan emosi sesaat ini dapat menggetarkan hatimu. 

Sungguh ajaib!

Satu hal yang selalu hadir dalam benakku, apakah pujian itu terlalu indah? Maksudku, ia seperti jarum yang menusuk nadi, perlahan namun pasti, menimbulkan sensasi saat jarum berkumpul bak lilitan lidi. Apakah ia benar-benar seperti itu, atau interpretasiku keliru?
newer posts older posts back home