Monolog: Kisah Putih Ombak Pilu Bukan Halangan Yang Tak Dianggap Tawamu Yang Terakhir

Selasa, 17 Januari 2012

Bukan Halangan

Ia tertawa dalam dusta yang sejati, lalu tersenyum beriringan raga yang menunduk. Pedih. Aku tahu, aku mengerti bahwa ia bukanlah seonggok sampah yang berhak terlantar. Aku dapat merasakan jiwanya dalam ambang yang kelam, terletak diantara jutaan penghinaan visual. Hatiku dalam frekuensi yang menggetarkan kedua batin bersama. Bersatu dalam melodi yang semu, tercerai dalam ringkuh sebuah nasib.

"Dek, kamu sedang apa?" tanyaku menepuk bahunya.

Ia menoleh keatas, melihatku, "Tidak, mas siapa yah?" matanya berlinang.

"Disini kotor, ayo kita kesana dulu. Saya Mas Adji," ajakku menjulurkan tangan.

Ia kembali tersenyum. Kali ini raut mukanya berdinamika dalam indahnya pelangi senja, pupil matanya menunjukkan keyakinan dalam benakku. Aku membalas senyumnya. Langkahnya menyeret dalam kerapuhan fibulanya, terpincang namun masih menahan senyumnya. Tampaknya senyuman itu berubah dan telah terkontaminasi dengan rasa sakit. Ia meringis.


"Ada apa? Ada yang salah denganmu?" tanyaku bimbang.

Ia memeluk pundakku, "Sedikit sakit saat berjalan mas," balasnya sambil menggigit bibirnya.

Dalam lembab kami ditemani mentari yang selalu menjadi saksi kedekatan kami, rembulan yang menyusup sedang mengintip tanda kemesraan kami dan pelangi tak henti mewarnai langkah ini. Hatiku teduh dan jiwaku dalam kedamaian yang syahdu. Aku teringat akan pesan Tuhan: "Barang siapa yang ingin dekat denganku, aku bersama dengan kaum dhuafa." Saat dentuman kakiku menghujam lantai bumi, tasbihku selalu dalam helaan nafas. Aku melihat kelangit yang masih sedikit kelabu, lalu menoleh kehadapan anak muda disebelahku.

Dalam lembayung hati alunan nada kasih terus menggema didada seakan hatiku memiliki bibir untuk tersenyum. Doa yang kupanjatkan, nafas yang kuhembuskan, langkah yang kujejakkan dan semua hal yang kulakukan selalu kupinta dalam ridho Tuhan. Berharap dalam kebahagiaan pada hakikatnya yang pasti.

"Ya, kita sudah didepan mobil mas, tapi mas ada pertanyaan untukmu."

Ia menggaruk kepala, "Apa itu?" tanyanya bingung.

"Apa cita-citamu?" balasku beriring senyum kecil.

"Aku ingin menjadi polisi yang bisa membela kebenaran. Tapi kakiku cacat mas," jawabnya lirih.

Senyumku semakin lebar dan kelopak mataku menutupi keseluruhan iris mungilku. Dentuman dilanjutkan panggilan Tuhan serta merta mengalihkan pembicaraan kami.

"Wah, sudah adzan. Kita shalat dulu, disana mas lihat ada sebuah masjid," ajakku.

Kami menapaki tangga yang tanggung untuk masuk kedalam mobil namun tetap saja ia kesulitan. Tanganku hinggap dibahunya lalu mendorong dengan kekuatan lemah lembut. Mentari, rembulan dan pelangi tak melihat kami lagi namun tidak untuk Tuhan. Kami berada dirumahnya sekarang. Dalam khusyu yang tercermin dalam kelopak mata tersyahdu, sujud kami ikhlas menghadapMu. Kami ingin bersamaMu selalu wahai penguasa alam semesta.

Setelah keluar dari rumah Tuhan, langkahnya tetap menyeret seperti biasa, "Mas ada pertanyaan lagi untukmu," seruku menggantung.

"Kali ini apa, mas?"

"Apakah kamu yakin meraih impian itu?"

"Tidak!" jawabnya sangat singkat.

"Mengapa?"

"Dunia ini penuh tipu daya, aku tak ingin menipu diriku sendiri untuk menyelami dunia yang nihil bagiku. Menjadi seorang polisi butuh kekuatan fisik yang prima," jelasnya.

"Saya tahu."

"Lalu, kenapa masih mas tanyakan?"

Aku tersenyum, "Jawabannya adalah karena apa yang kita pikirkan itulah yang akan terjadi." jawabku dengan hela nafas yang kembali menggantung.

"Terus?"

"Jangan berhenti bermimpi karena sesuatu hal yang pasti berawal dari kecilnya mimpi beriring perjuangan tanpa henti."

Ia terhenyak diam. Tertunduk dalam senja yang menjemput malam, lalu menoleh menghadapku. Menatap mataku. Binar matanya tampak bagaikan jiwa yang terhentak secara bertubi, seakan tersadar dalam hempasan ombak samudra. Menggulung kepercayaan lamanya, lalu membiarkannya terseret kedalam samudra. Kepercayaan konvensional itu menghilang. Aku membalas tatapan matanya dengan yakin. Ia tampak telah mengerti. Syukurlah.

(Lumpuh Bukan Halangan karya Basith K. Adji)
Dilarang menyebarkan cerpen ini tanpa izin penulis.

Bagikan Artikel di:

27 komentar:

  1. buset,keren sit. mengingatkan sm mimpi gue yg gue lupain skrg,hehehee thx yah basit :D

    BalasHapus
  2. hem~
    kalau begitu saya mau melanjutkan mimpiii ZZZ

    BalasHapus
  3. kereeeeeen sit.. but its strongly TRUE !!! disability isn't a reason to always have a dream and try hard to reach it.

    BalasHapus
  4. kan tidak harus jadi polisi lapangan, mungkin bisa jadi polisi bagian lab forensik, kayak film CSI gitu :)

    BalasHapus
  5. ya cacat bukan halangan utk berkarya toh. maju terus intina. sip nice short story.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya mbak, wah dikomentari dengan jagoan cerpen nih, makasih mbak :D

      Hapus
  6. jadi motivasi buat yang ngebaca... ayo bermimpi gratis... gratis...

    BalasHapus
  7. keren sith ~(^.^)~ asal ada usaha + niatin pasti mimpi bakal tergapai :')

    BalasHapus
  8. bahasa cerpennya tinggiiii graaaar! <--sirik

    BalasHapus
  9. "Jawabannya adalah karena apa yang kita pikirkan itulah yang akan terjadi" wadaaaaww... keceeeeee !! merinding bacanya :">
    nggak ada yang salah dengan mimpi. bahkan orang-orang sukses pada awalnya adalah seorang pemimpi.
    berani bermimpi itu berani untuk selangkah lebih maju. sebab dari mimpi itu kita bisa memulai sesuatu dgn penuh keyakinan. sebab dari mimpi2 itu kita mendapatkan banyak motivasi. ya gak ? :p
    gantungkan mimpi setinggi yg kita bisa. tp kalo aku gantungin mimpi setinggi atap rumah aja deh bangbas, biar masih bisa dijangkau :p muahahhahaa #plak ~(^_^)~

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe makasih dikaaa :3 Yap semuanya yang kamu bilang bener, tapi jangan diatap rumah, menyeramkan ntar mimpinya kepeleset kasian mimpinya xD

      Hapus
  10. #JLEB banget sith u,u merinding bacanya..

    BalasHapus
  11. saya suka kata2"...karena sesuatu hal yang pasti berawal dari kecilnya mimpi..."

    karena mimpi adalah kunci .. (kata nidji)
    :)

    BalasHapus
  12. benar bangat kekurangan kita bukan halangan untuk bekarya

    BalasHapus
  13. This is a very good article .. Thank you .. have a great day!.! happy blogging ...

    BalasHapus

Komentar tidak melalui seleksi apapun. Jadi, ayo berkomentar! Tapi yang beretika yah. Terima kasih untuk tidak jadi Spammer. ^_^

newer posts older posts back home